Suasana kelas menjadi tegang setelah Vita dan Uli
meninggalkan kelas. Seisi kelas menjadi badmood, terutama Ingga.
Braakkk!!
Terdengar hentakan meja dari tempat duduk Ingga.
“Udah
lah ngaku aja apa susahnya sih?!” bentak
Ingga.
“Eh
gak usah nyolot dong!” balas Tito.
“Lo
itu yang nyolot!” jawab Ingga.
“Udah dieeeemm!!” Anan menyela.
“Udah dieeeemm!!” Anan menyela.
Ingga
dan Tito mengalihkan pandangan ke Anan. Mata mereka penuh dengan kebencian
setelah adu mulut tadi. Ingga beranjak dari tempat duduk lalu mengajak Ana ke
kamar mandi. Tito melanjutkan kesibukannya membaca novel. Kelas menjadi hening
walaupun saat itu masih jam istirahat.
Di
kamar mandi Ingga membasuh mukanya. Ana melihat sekilas ternyata Ingga sedang
menangis, karena tidak tega melihat sahabatnya menangis Ana pun mendekati Ingga
dan bertanya, “Kenapa lo nangis Ngga? Apa gara-gara kejadian tadi?”
“Iya
Na, gue sedih banget kalo kelas kita jadi marah-marahan gara-gara masalah kaya
gitu” jawab Ingga terisak.
“Yah
mau gimana lagi, udah terlanjur emosi sih” jawab Ana.
“Tapi
kan paling enggak gak usah nuduh-nuduh gitu lho!” Ingga membalas.
Di
kelas, Aman mulai bertindak layaknya ketua kelas. Dia beranjak dari kursinya
menuju depan kelas. Ia mulai mengambil perhatian kelas lalu mencoba membahas
tentang hp nya Uli.
“Mau
gimana nih masalah hp nya Uli?” ujar Aman.
“Ya
walaupun Uli nuduh Awan yang ngambil tapi kan nggak tentu Awan yang ngambil,
bisa aja orang lain yang ngambil” jawab Koko
“Nah
bener tuh kata Koko, kita jangan hanya fokus ke satu alasan tapi masih banyak
alasan lainnya.” Balas Awan seperti logat Maroi Getuh, golok ways
“Hmm…
oke-oke, ada yang punya solusi?” tanya Aman.
“Kita
ngomong baik-baik dulu sama Uli, sambil cari solusi bareng!” jawab Tito sambil
menutup novelnya.
“Setuju!!!”
jawab kelas serempak.
Ingga
dan Ana sudah kembali. Mereka menuju tempat duduk mereka tanpa berkata apapun.
Aman lalu menjelaskan keputusan kelas tentang solusi masalah Uli. Ingga dan Ana
mengiyakan solusi itu.
Bel
sudah berbunyi, tapi Uli dan Vita belum kembali ke kelas. Tyas melongok ke
jendela kelas, mengamati apakah sosok Uli dan Vita dapat terlihat
dari situ. Setelah beberapa menit
mengamati tak ada tanda-tanda Uli datang, lalu Tyas dengan cemas bertanya, “Apa
nggak sebaiknya kita cari Uli sama Vita?”
“Mungkin
emang itu yang harus kita lakuin” jawab Angga seperti sudah merencanakannya
sejak tadi.
“Oke
aku sama Angga yang bakal nyari mereka” kata Ningrum.
“Ah
jangan aku! Widhy aja tuh!” balas Angga sambil nunjuk kearah Widhy.
“Enak
aja, Pay aja tuh yang dari tadi mlongo! Hahaha!” jawab Widhy sewot.
Pay
yang dari tadi melamun dengan muka datar langsung mengajak Ningrum mencari Uli.
Yah memang dia orang yang rajin jalan-jalan.
Pay
dan Ningrum berjalan melewati ruang kelas X-1 sampai X-Aksel, namun mereka
tidak menemukan Uli dan Vita. Lalu mereka pun menuju kantin, berharap Uli dan
Vita ada disana. Dan setelah mereka berputar-putar di kantin hasilnya nihil,
Uli dan Vita belum dapat ditemukan. Sempat kehilangan ide, mereka duduk di
depan ruang IT. Mereka berdua bak Bagus Roro kabupaten Purworejo. Sinar
matahari yang mencuat dari sela-sela atap ruangan itu menambah kesan untuk
orang yang tidak sengaja melihat Pay dan Ningrum duduk bersama.
Pay
dan Ningrum, dua sejoli yang tidak dipersatukan, masih bingung mau mencari Uli
kemana. Tidak lama datanglah seorang guru keluar dari dalam ruang IT dan
berkata, “Apa yang kalian lakukan disini!! Berdua-duaan lagi!” sentak guru itu.
Sambil melonjak kaget mereka berdua langsung berdiri dan menjelaskan alasan mereka
ada disitu. Pak Manto guru yang tadi menyentak mengangguk-angguk mendengar
penjelasan mereka bedua.
“Oh
Uli sama Vita? Tadi kayaknya bapak liat ada di dekat kantor guru” kata Pak
Manto sambil mengelus dagu.
Gawat!!
Apakah mereka mengadu kepada guru atau kepada BK?! Pikiran mereka semakin
bergejolak dengan rasa takut dan gelisah yang tercampur aduk.
Apakah benar mereka mengadu? Dan apa yang
akan Pay dan Ningrum lakukan? Bagaimana nasib kelas Gamelan kedepan?
To be continued . . .
0 komentar:
Post a Comment