Pay dan Ningrum terlonjak, secepat kilat mereka berlari
menyusuri deretan kelas belakang. Dari kejauhan mereka terlihat seperti dua
bola menggelinding melintasi deretan kelas belakang itu. Satu yang mereka
harapkan, bertemu dengan Uli dan Vita di kantor guru. Sialnya sesampai di
kantor guru, Pay dan Ningrum mengintai kondisi di dalam ruang guru melalui
jendela dan berharap menemukan sosok Uli dan Vita dari balik jendela namun
masih saja tak terlihat. Antara cemas dan gelisah serta diiringi hembusan nafas
terengah-engah, Pay dan Ningrum berjalan dengan segala keputusasaan menuju
ruang kelas. Mereka telah siap dengan segala cemoohan anak kelas saat mereka
sampai.
Pay dan Ningrum mengendap-endap menuju ruang kelas seolah
mereka menjadi seorang detektif sehari. Mereka mengamati apakah Bu Apti sudah
masuk ke dalam kelas.
“Assalamu’alaikum, Bu!” ucap Pay ragu.
“Wa’alaikumsalam.”
Jawab Bu Apti diikuti tatapan
penuh tanya seluruh anak kelas kepada Pay dan Ningrum. Ningrum mengamati sekeliling
mencoba melawan arus tatapan mata seluruh anak kelas, dengan harapan menemukan
sosok Uli dan Vita yang duduk di antara mereka. Akan tetapi tidak terlihat
sosok mereka berdua yang biasanya selalu menyapa dengan ramai setiap kedatangan
orang dari luar kelas. Mereka berdua masuk dan berjalan dengan muka menunduk
seolah tak ingin menyaksikan raut muka penuh tanda tanya dari anak-anak kelas.
Pay yang duduk di sebelah Anan langsung diberondong sejuta pertanyaan.
“Dimana Uli?”
tanya Anan memastikan keberadaan Uli.
“Gak tahu!” jawab
Pay singkat sambil mengambil buku ekonomi dari tasnya.
Suasana kelas
semakin meresahkan setelah terdengar bunyi bel tanda pergantian jam pelajaran.
Tanda tanya besar dipikiran Anan semakin menjadi-jadi, seakan memerintahkan
Anan untuk beranjak mencari Uli dan Vita. “Bu saya ijin ke belakang.” ucap Anan
setelah mendekati Bu Apti.
Anggukan Bu Apti
seakan mengisyaratkan Anan untuk
berlari keluar.
Anan memulai
pencarian dari Mushala di
ujung barat sekolah, berputar melewati tiga lapangan olahraga hingga tiba di
ruang kelas baru melewati Ruang
Musik, UKS dan Ruang Guru. Tak yakin Anan pun kembali ke UKS seolah
melihat tanda-tanda keberadaan Uli dan Vita.
“Misi Mbak, lihat Uli sama Vita nggak?” tanya
Anan pada Mbak Inar yang
tetap setia di sebelah pintu UKS.
“Bukannya mereka
di hatimu ya?” gurau Mbak
Iran.
“Mbak, saya itu
serius!” jawab Anan dengan nada ketus.
“Iya-iya maaf.
Tadi mereka sempat kesini minta obat dan katanya mereka mau ke BK.”
Secepat kilat,
dengan perasaan yang semakin gelisah tentang keberadaan Uli dan Vita. Berjalanlah Anan
menyusuri deretan kelas belakang menuju ruang BK seraya terbayang akan satu
kata “OBAT”. Untuk apa obat itu? Siapa yang sakit? Apakah Uli atau Vita?
Berjuta pertanyaan terpatri diantara pikiran dan hati Anan seolah ingin
meluapkan pertanyaan itu pada satu titik terang permasalahan ini. Sesampai di
ruang BK, Anan tak lagi bisa menemukan sosok mereka berdua, seakan runtuh sudah
harapan Anan untuk menemukan Uli dan Vita. Semakin besar tanda tanya yang
melekat dipiran Anan. Dimanakah Uli dan Vita? Jam tangan hitam yang mengikat
pergelangan tangan kiri Anan menunjukkan angka 1 pertanda bahwa Anan telah
keluar kelas selama 15 menit. Takut Bu Apti curiga Anan pun berlari melewati
ruang kelas XI aksel sampai melemparkan pandangannnya pada seorang gadis yang
duduk di teras ruang kelas itu. Ya dia adalah gadis yang mampu mengalihkan
perhatian Anan sejak mereka berkenalan dua tahun lalu. Tak enggan berlama-lama
Anan pun menaiki anak tangga secepat mungkin berharap agar Bu Apti tak curiga dengan kepergiannya
tadi.
**
Di sudut yang berbeda Uli dengan lemas menaiki tangga
dengan perasaan kesal dan batinnya menolak untuk kembali lagi ke kelas. Namun Bu Apti yang membuat Uli memiliki secercah
semangat untuk kembali ke kelas.
“Permisi Bu!” dengan raut muka menutupi rasa
kesalnya, Uli menyapa Bu
Apti.
“Uli? Dari mana
kamu?” ucap Bu Apti.
“Maaf Bu, saya baru saja ada urusan yang
mengharuskan saya keluar kelas.” jawab Uli sambil menjabat tangan Bu Apti dan kemudian berjalan menuju tempat
duduknya tanpa memandang satu orang anak pun yang sedari tadi menatap Uli
dengan muka penuh tanya.
**
“Hai Bu! Terlalu lama ya!” ucap Anan sambil
tersenyum seraya menyembunyikan pertanyaan yang sejak tadi menjadi pikirannya.
“Dari mana saja
kamu? Kok lama banget?” tanya Bu Apti seakan ingin tahu apa yang terjadi sejak tadi.
“Uli!” tanpa sadar
Anan melontarkan sebuah kata yang terlontar begitu saja dari bibirnya setelah
dia melihat Uli yang duduk diantara anak-anak kelas.
“Ada apa ini? Apa
yang terjadi? Mengapa Anan begitu kaget melihat Uli ada disini?” tanya Bu Apti tanpa berpikir panjang lagi karena Bu Apti sudah terlalu cemas dengan keadaan
kelas hari itu. Memang Bu
Apti telah curiga sejak keberadaannya di kelas yang sangat berbeda dengan
suasana biasanya. Tak terlihat antusias anak-anak untuk mengikuti pelajarannya
saat itu. Bahkan Koko dan Pay yang terkenal ramai seakan kehilangan semangat.
Pertanyaan Bu Apti tidak
disambut dengan baik oleh anak-anak bahkan hanya ada satu anak yang berani
menjawab pertanyaan Bu Apti.
Siapakah yang
berani menjawab pertanyaan Bu
Apti? Dan dimanakah Vita? Apakah permasalahan ini akan berakhir? Dan bagaimana
nasib kelas Gamelan selanjutnya?
**
To be continued....